Ayo Mulai Menulis
Narasumber: Ditta Widya Utami, S.Pd.
(Subang)
Bapak dan Ibu yang berbahagia, saya yakin di grup ini banyak sekali yang telah menorehkan prestasi baik di bidang kepenulisan maupun profesional.
Saya, hanya sebutir pasir yang banyak dijumpa. Masih
harus banyak belajar dan belajar banyak.
Berbagi adalah salah satu cara ampuh untuk belajar.
Oleh karena itu, saya sungguh berbahagia bisa berbagi bersama Bapak dan Ibu
semua
Melihat
pengantar narasumber di atas, saya semakin penasaran dengan profil narasumber.
Tak perlu waktu lama, segera saya buka profil narasumber lewat blog pribadinya.
Pertama yang saya lihat adalah foto profilnya. He…he…he, sebagai seorang lelaki
normal begitu melihat foto seorang perempuan muda yang cantik dan mempesona
menjadikan saya bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan kuliah.
Narasumber
yang akan menemani saya dalam kuliah ini bernama Ditta Widya Utami, S.Pd. Mbak
Ditta, saya memanggilnya, adalah seorang guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy Kab
Subang. Mbak Ditta yang saat ini berusia 30 tahun, usia yang tergolong masih
sangat muda, tetapi sudah sarat dengan prestasi khususnya di bidang literasi.
Saat
ini beliau sudah berhasil menyusun sebuah buku solo yang berjudul “Lelaki di
Ladang Tebu” yang diterbitkan oleh penerbit indie. Selain buku solo,
beberapa buku karya bersama juga telah diterbitkan. Di antaranya adalah jejak
langkah guru Subang, guru di ladang ilmu, sepenggal kisah di ruang cipta
pentigraf, pena digital guru milenial, dan menyongsong era baru pendidikan.
Melihat profil Mbak Ditta di blog pribadinya rasanya apa yang disampaikan beliau pada pengantar di atas hanyalah pemanis pembicaraan. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena Mbak Ditta mengatakan dirinya hanyalah sebutir pasir. Sebutir pasir saja sudah penuh dengan prestasi. Bagaimana dengan diriku yang saat ini masih harus tertatih-tatih dalam menyusun sebuah resume. Tapi tak mengapa, yang terpenting adalah kita mau belajar dan berlatih demi sebuah karya yang nantinya bisa kita hasilkan.
Tips
Menulis
Di
awal pemaparannya, narasumber menyampaikan kita pasti menyepakati bahwa menulis
tak bisa lepas dari keseharian kita. Setiap hari, mungkin kita terbiasa menulis
balasan chat di media sosial. Menulis jurnal harian mengajar. Menulis feedback untuk tugas siswa dan
sebagainya.
Tapi,
ketika harus menulis buku, menulis di blog rasanya seperti berlari sprint yang tiba-tiba menghantam tembok,
bertinju yang tiba-tiba KO atau bermain catur yang langsung skakmat. Entah apa yang terjadi, seolah
semua ide lenyap begitu saja. Tangan tiba-tiba tak bisa menulis. Bahkan lidah
pun terasa kelu.
Pasti
kita pernah mengalami hal-hal tersebut di atas yang disampaikan Mbak Ditta.
Lalu, adakah solusi atau jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut? Dalam
kesempatan ini, Mbak Ditta akan membagikan tips kepada kita tentang
pengalamannya dalam memulai menulis dan antisipasinya jika mengalami blockwriting atau kebuntuan dalam
menulis. Beberapa tips yang dibagikan Mbak Ditta antara lain:
1. Ikutilah
kelas menulis
Dengan mengikuti kelas
menulis, kita akan memperoleh banyak manfaat. Selain mendapat ilmu, kita juga
akan mendapatkan motivasi dari narasumber, tips dan trik-trik menulis, menambah
teman dan saudara, dan terkadang kita mendapatkan kejutan tak terduga. Hal ini
pernah dialami Mbak Ditta ketika mendapat hadiah kejutan dari Om Jay selaku
empunya kegiatan. Pengalaman mendapatkan hadiah kejutan diabadikan beliau di
blognya yaitu https://dittawidyautami.blogspot.com/2020/04/hadiah-kejutan-dari-pgri.html?m=1.
Tulisan ini mengabadikan ingatan Mbak Ditta ketika mendapat hadiah kejutan
berupa buku dari PGRI karena salah satu resume yang telah dibuatnya.
2. Bergabunglah
dengan komunitas menulis
Dalam komunitas itulah
kita bisa berbagi tulisan dan membaca tulisan orang lain sehingga kemampuan
menulis kita pun akan semakin terasah. Saat ini sudah banyak sekali komunitas
menulis yang bisa diikuti. Terlepas apakah komunitas tersebut dibuat khusus
untuk guru ataupun umum.
Tapi yang pasti dengan
bergabung dengan komunitas menulis ini, kemampuan kita akan diasah, karena
orang-orang yang bergabung di dalamnya mempunyai hobi atau kegemaran yang sama
yaitu menulis. Sehingga mau tidak mau menuntut kita untuk selalu berlatih
menulis. Dengan latihan yang dilakukan seintentif mungkin, tak ayal nantinya
kita akan terbiasa untuk menulis.
3. Ikutilah
lomba menulis
Ini cocok bagi siapa
pun yang menyukai tantangan. Dengan mengikuti lomba, kita bisa belajar membuat
tulisan dengan berbagai tema dalam waktu yang tentunya sudah terjadwal. Narasumber
juga pernah sekali dua kali mencoba. Meskipun belum menjadi juara, tapi justru
dari situ kita akan sadar dimana letak kekurangan kita. Sehingga dikemudian
hari, kita bisa belajar untuk menjadi lebih baik
4. Tulislah
apa saja yang ada di sekitar atau dalam keseharian kita
Saat Mbak Ditta
mengikuti kegiatan yang diadakan Omjay di kelas menulis gelombang 7, Omjay
rutin mengirim foto setiap hari untuk diubah menjadi tulisan.
Ada foto ketoprak,
gorengan, kucing, rempeyek, wah macem-macem! Pokoknya dari foto itu harus jadi
tulisan minimal 3 paragraf. Seru dan sekaligus membuktikan bahwa memang benar
apa saja yang ada di sekitar kita bisa kita ubah menjadi tulisan loh!
Jika belum mempan, mari
buat tulisan tentang keseharian kita. Seperti diari. Itu pun tak apa. Yang
penting menulis agar kemampuan kita semakin terasah. Misalnya tulis saja kisah
mencari tanaman keladi putih di hutan demi gratisan atau untuk istri tercinta
atau saat hiking dan sebagainya
5. Tulislah
apa saja yang kita suka
Karena jika sudah suka
biasanya bakal awet. Misal kita menyenangi berorganisasi, seperti
PGRIcontohnya. Maka tuliskan setiap kegiatan yang diadakan PGRI. Di mana dan
kapan pun PGRI mengadakan kegiatan, tulislah dan kalau perlu cobalah kirimkan
tulisan kita ke media milik PGRI, sebagai contoh Majalah Derap Guru, majalah
milik PGRI Provinsi Jawa Tengah.
Platform
untuk Menulis
Ketika
sudah terbangun gairah untuk menulis, yang menjadi pertanyaan berikutnya di
mana kita bisa menulis? Apakah di buku harian, status whatsapps, status
facebook atau hanya cukup menyimpannya di microsoft word dan menyimpan rapi di
dalam laptop kita.
Sebenarnya
ada banyak media dan platform yang bisa kita manfaatkan untuk mencurahkan
segala ide yang tersimpan di otak kita. Selain diari harian, laptop kita juga
bisa memanfaatkan pratform media sosial yang kita punya. Media sosial yang bisa
kita manfaatkan antara lain: facebook, twitter, instagram, blog dan sebagainya.
Apapun
media sosial yang bisa kita gunakan, yang paling penting adalah kita harus
rutin untuk menulis setiap hal atau sesuatu yang terlintas di pikiran kita.
Kita bisa membuat jadwal untuk menulis. Apakah kita akan menulis sehari dua
kali, setiap hari, setiap dua hari sekali. Hal yang harus diperhatikan adalah
harus ada konsistensi dan kontinuitas atau istiqamah dalam menulis.
Ketika
kita sudah bisa menulis secara konsisten dan istiqamah, pasti tulisan kita akan
tersimpan rapi di media sosial yang kita punya. Sehingga ketika dibutuhkan,
kita bisa membukanya kapan pun. Kita juga bisa meningkatkan kualitas tulisan
dengan mencoba untuk membukukannya dengan menerbitkan buku kita di penerbit.
Solo
atau Kolaborasi ?
Membuat
buku dengan menerbitkannya di penerbit merupakan harapan setiap orang. Terlebih
kita sebagai seorang guru ASN, akan ada kredit poin yang bisa diperoleh jika
seorang guru mampu membuat buku yang terstandar ISBN.
Semula
kita menganggap untuk membuat buku adalah hal yang sangat sulit. Ternyata
anggapan ini salah. Setelah kita mengikuti kelas menulis yang diadakan Omjay,
membuat buku adalah hal yang tidak sulit dan sangat menyenangkan. Setiap orang
dilatih untuk meresume setiap selesai materi dan kumpulan resume inilah yang
nanti akan dijadikan buku. Sudah banyak alumni binaan Omjay yang berhasil buku,
bahkan ada beberapa yang bukunya berhasil terbit di penerbit mayor.
Tinggal
yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah kita akan membuat buku secara solo (pribadi)
atau kolaborasi dengan banyak orang. Masing-masing mempunyai konsekuensi
tersendiri. Tema dan waktu untuk buku solo tentu kita bebas menentukan apa
temanya dan kapan mau beresnya. Apakah seminggu, sebulan, setahun. Sedangkan
jika menulis bersama, tentu tulisan yang kita buat harus sesuai tema sesuai
ketentuan dan waktunya pun sesuai yang dijadwalkan.
Kelebihan
ketika kita menulis secara kolaborasi dan kita menjadi bagian di dalamnya
adalah prosesnya sudah ada yang mengatur. Berbeda jika kita menulis buku solo. Proses
pengajuan ke penerbit dan lain-lain tentu harus diurus secara mandiri.
Begitu
pula dengan biaya. Dengan menulis bersama, biaya yang dikeluarkan bisa lebih
murah. Walaupun buku yang dicetak umumnya sesuai jumlah peserta saja (tapi tak
jarang ada juga yang dicetak banyak terutama bila diterbitkan di penerbit
mayor).
Buku
Solo yang berhasil dibuat oleh Mbak Ditta adalah “Lelaki di Ladang Tebu” pada
tahun 2020. Ditulis dengan penuh cinta karena berisi kumpulan kisah yang
terinspirasi dari anak didik beliau. Setiap ada kejadian unik, atau meminjam
istilah Munif Chatib yaitu "momen spesial", segera dicatat.
Untuk
konsisten produktif menulis, biasanya Mbak Ditta menerapkan 5 hal di atas. Cari
apa saja yang bisa ditulis walau hanya 1 paragraf. Bisa menulis di berbagai
media yang telah dijelaskan. Bahkan di status WA sekalipun. Namun niatkan, agar
tulisan kita bermanfaat bagi orang lain.
Setelah
membagikan tips pengalamannya dalam menulis buku, beberapa peserta mengajukan
pertanyaan. Ada banyak pertanyaan yang masuk. Namun hanya beberapa saja yang
saya catat, karena menurut saya pertanyaan-pertanyaan ini penting buat saya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain tentang tips agar tidak malas dalam
menulis.
Pertanyaan
tersebut kemudian dijawab bahwa menjaga mood agar tidak malas menulis itu mudah
Tinggal ubah mood kita jadi heppi. Cara
paling mudah mengembalikan mood adalah dengan tersenyum. Ambillah sebuah
cermin, lalu tersenyumlah. Betapa Tuhan telah menganugerahkan kita akal dan
tangan untuk menulis. Jadi, mengapa tidak menulis sekarang?
Penanya
berikut menanyakan kronologis pengalaman menulis Mbak Ditta. Pertanyaan ini
dijawab bahwa Mbak Ditta sudah senang menulis sejak bisa menulis. Dari sekitar
kelas 4 atau 5 SD sudah terbiasa menulis diari. Di SMP menulis untuk mading
sekolah. Pernah juga menulis cerita di buku tulis lalu dipinjamkan ke
teman-teman untuk dibaca.Di SMA dan kuliah juga mulai merambah media sosial dan
blog. Sempat membuat grup di mana Mbak Ditta membagikan tulisan-tulisannya. Saat
kuliah, tulisannya lebih ke KTI. Ikut lomba KTI Beswan Djarum dan masuk 10
besar regional Bandung, atau ikut lomba mahasiswa berprestasi yang salah
satunya membuat tulisan karya ilmiah.
Ada
juga penanya yang bertanya tips supaya insting menulis tak hilang. Mbak Ditta
menjawabnya bahwa agar insting menulis tidak hilang, segera catat apa yang
ingin kita tulis. Minimal garis besarnya. Oleh karena itu selalu sedia catatan
di mana pun dan kapan pun. Atau simpan di HP, laptop atau draft di blog Ingat,
usahakan tulis garis besar dari apa yang ingin kita tulis dari awal sampai
akhir agar meski tidak selesai, kita bisa menuntaskannya di lain waktu.
Pertanyaan
yang menarik perhatian saya adalah penanya yang menanyakan tentang menulis itu
termasuk bakat atau bukan. Menurut Mbak Ditta memang ada yang diberi bakat
menulis, tapi yang terpenting yang mesti kita ingat bahwa kemampuan menulis itu
bisa ditingkatkan.
Sebagaimana
yang beliau dapatkan dari guru-guru menulisnya, rahasia agar bisa menulis
dengan baik adalah dengan banyak membaca dan banyak berlatih. Akan mudah bagi
kita untuk menulis jika kita sudah memiliki banyak kosa kata yang kita dapatkan
dari kegiatan membaca. Akan mudah bagi kita untuk menulis saat kita sudah
terbiasa.
Hal
lain yang juga penting adalah mulailah menulis dari hal hal yang kita sukai dan
kuasai. Serta menulislah dengan hati karena apa yang disampaikan dari hati akan
sampai ke hati pula.
"Teruslah
menulis setiap hari dan buktikan apa yang terjadi”
Ini adalah motto yang selalu digaungkan Omjay kepada
setiap orang.
Hal
yang menarik lagi bagiku adalah pertanyaan tentang apa yang menyebabkan Mbak
Ditta menyukai baca tulis sejak TK. Beliau menjawab bahwa semua ini tak bisa
dilepaskan dari jasa kedua orang tuanya.
Di
malam malam tertentu, kedua orang tuanya senang membacakan buku cerita
untuknya. Tak hanya itu, mereka pun senantiasa memberikan Mbak Ditta berbagai
macam buku untuk dibaca. Oleh karena itu Mbak Ditta bersyukur memiliki kedua
orang tua yang telah mengenalkannya pada dunia membaca dan menulis. Hingga Mbak
Ditta terbiasa menyisihkan uang untuk kemudian pergi ke toko buku di Bandung
hanya sekedar untuk membeli buku. Itu pun tidak setiap saat. Hanya ketika Mbak
Ditta berkunjung ke nenek saja saat lebaran.
Sebagai
penutup kegiatan, Mbak Ditta menyampaikan kalimat penutup yang penuh inspirasi,
yaitu:
Teruslah
memberi arti pada setiap orang yang kau temui. Dalam setiap hal yang kau lalui,
dan untuk setiap waktu yang kau miliki
Dari
uraian yang telah panjang lebar disampaikan Mbak Ditta dan beberapa pertanyaan
yang saya kutip, pada kesempatan ini saya hanya akan menambah sedikit pandangan
dan opini saya, antara lain:
1. Setiap
manusia memperoleh fitrah yang sama yaitu dalam keadaan suci, sebagaimana hadis
Nabi Muhammad SAW yang artinya lebih kurang demikian “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya
yahudi, nasrani, atau majusi”. Kata fitrah dalam hadis ini ada beberapa tokoh
ulama yang menafsirinya sebagai bakat. Artinya apa? Bahwa manusia diberi bakat
yang sama oleh Allah. Tinggal bagaimana orang tua yang memoles bakat anak
tersebut akan dijadikan apa.
2. Orang
tua mempunyai peran yang sangat vital dalam tumbuh kembang anak. Apa yang
dilakukan orang tua pada anak ketika kecil nantinya akan membekas ketika
dewasa. Sebagaimana yang dialami Mbak Ditta, ibu saya juga sering membelikan
buku bacaan dan buku pelajaran untuk saya. Saya pun sangat antusias ketika
menerima buku dari ibu. Sampai sekarang pun saya masih mempunyai hobi membaca.
Meskipun intensitas waktu membaca banyak berkurang seiring kesibukanku mengurus
organisasi dan keluarga. Anak yang suka membaca cenderung akan menyukai dunia
tulis menulis. Saya pun sering berkorespondensi dengan teman-teman ketika SMA
dulu, karena waktu itu belum ada alat komunikasi secanggih HP selain surat
menyurat.
Demikian
ringkasan materi yang bisa saya tulis. Semoga pengalaman yang dibagikan Mbak
Ditta dapat menginspirasi saya untuk lebih rajin menulis dan buat teman-teman
guru yang lain. Amin.
Bagus moga jadi inspiratif
BalasHapusWow luar biasa. Terima kasih sudah konsisten menulis nama saya dengan benar dari awal hingga akhir (double "T") 😄🙏🏻
BalasHapusUnik resumenya karena ditambah opini. Mantuuul 👍🏻👍🏻👍🏻
Oh iya, sedikit koreksi, buku solo saya diterbitkan di penerbit indie 😊🙏🏻
BalasHapusOkey mbak, nanti tk koreksi catatanku
BalasHapusWow lengkap bngt resume nya, mantap..
BalasHapusLengkap dan memberi arti
BalasHapusresume bagus, cukup informatif. sukses selalu
BalasHapus