Mengubah Ekspektasi Menjadi Prestasi

 



Narasumber: Jamila K. Baderan, M.Pd ( Gorontalo )

 

Pertemuan ke-17 pelatihan menulis menampilkan narasumber yang tidak jauh berbeda dengan pertemuan yang lalu, yaitu alumni pelatihan ini yang berhasil menerbitkan buku. Bahkan saat ini akan menerbitkan buku ketiganya. Narasumber kita bernama ibu Jamila K. Baderan, M.Pd.

Ibu Mila, panggilannya adalah salah satu guru di SDN No.30 Kota Gorantalo, Provinsi Gorontalo. Wanita kelahiran Sidodadi 42 tahun lalu mempunyai 3 orang putri dan 1 orang putra dari suami tercinta, Amir Hamzah, S.P. Pendidikan terakhirnya adalah S2 Pendidikan Dasar dari Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2018.

Sejak tahun 2018 Bu Mila sudah berhasil menerbitkan 3 (tiga) buku. Dua buku solo dan satu buku karya bersama. Buku solo yang telah terbit yaitu “Kwartet Media Bermain dan Belajar” pada tahun 2018 dan “Ekspektasi vs Realitas” pada tahun 2019. Sedangkan buku karya bersama berjudul Design Thinking Membangun Generasi Emas dengan Konsep Merdeka Belajar tahun 2020.

Setelah memperkenal dirinya, Bu Mila mulai membagikan pengalaman dalam membuat karya berupa buku. Beliau sendiri memberi judul materi ini “Mengubah Ekspektasi Menjadi Prestasi”.

“Bapak ibu yang berbahagia”. Sapa beliau kepada kita melalui chat whattsapps. Salah satu bentuk pengembangan diri dan mengeksplore kompetensi kita adalah dengan cara bergabung dalam satu komunitas positif seperti WA Grup Belajar Menulis. Bukan tanpa alasan, tentunya setiap kita yang bergabung di sini mempunyai harapan yang ingin dicapai.

Kata “ekspektasi” tentunya sudah sangat familiar di telinga kita. Saya mengutip dari blog kompasiana, kata ekspektasi diartikan sebagai bayangan yang kita harapkan bakal menjadi kenyataan, dan biasanya bertolak belakang dengan realita yang ada. Semua orang pasti juga pernah mengalami ekspektasi ini. Dari harapan yang mungkin bisa terwujud sampai yang tidak mungkin terwujud.

Setiap orang, setiap saat pasti memiliki ekspektasi terhadap berbagai hal yang di inginkan dalam hidup. Sebagai contoh, ekspektasi kita Ketika bergabung dalam grup ini adalah ingin menghasilkan sebuah karya berupa jejak literasi yang dapat dikenal dan dikenang meskipun kita sudah berkalang tanah. Sayangnya, ekspektasi kita tidak selalu sama dengan realita. Ekspektasi tak seindah kenyataan. Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi Bu Mila dalam tulisan buku ke-2 yang diterbitkan pada tahun 2019 yang berjudul Ekspektasi vs Realitas.



Dalam hal menulis, harapan terbesar kita adalah mampu merangkai kata-kata menjadi sebuah paragraf menarik yang terus berangkai menjadi bab demi bab hingga akhirnya menjadi sebuah buku. Sekilas, menulis adalah hal yang sangat mudah. Bukankah kita sudah sering menulis sejak kecil? Tetapi, ketika kemampuan menulis tersebut disandingkan dengan ekspektasi sebuah karya yang bernilai bagi orang lain muncul masalah besar.

Masalah-masalah yang akan terlintas di benak kita ketika akan menulis antara lain: Bagaimana memulai sebuah tulisan, Apa ide/topik yang harus kita tulis, Apakah tulisan saya menarik. Hampir semua orang pasti akan berpandangan seperti itu. Tetapi jika di awal jika sudah berpikiran seperti itu, alih-alih akan mulai menulis, justru orang akan semakin tidak tertarik untuk menulis.

Mewujudkan ekspektasi memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bagi para penulis pemula seperti kita peserta pelatihan. Dalam prosesnya kita harus berjuang melawan semua hambatan yang datang baik dari diri sendiri mapun dari lingkungan sekitar.

Sebenarnya, tantangan menulis terbesar itu ada pada diri kita sendiri. Yaitu mood dan kemauan alias niat. Oleh karena itu untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi kita harus berubah. Ada 2 hal penting yang harus kita ubah, yaitu mindset dan passion.

Mindset adalah cara pikir tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sementara passion adalah sesuatu yang membuat kita tidak pernah merasa bosan. Kedua hal ini di bahas secara detail dibahas dalam buku karya Bu Mila yang ketiga hasil kolaborasi bersama Prof. Eko Indrajit yang Alhamdulillah diterima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi.

Pengalaman Bu Mila dalam mewujudkan ekspektasi dalam menulis adalah berjuang membangun tekad dan keyakinan yang kuat untuk mencapai realitas. Terkadang Bu Mila juga harus nekat mengambil keputusan yang jika dipikir dengan akal sehat pencapaiannya sangat mustahil. Untuk itulah beliau selalu berusaha konsisten terhadap ekspektasi yang susah payah dibangunnya. Pantang mundur jika kaki sudah melangkah.



Saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran beliau. Berbagai pemikiran negatif menghantui, namun berkat kenekatan, dibarengi niat, tekad, serta konsistensi yang kuat akhirnya ekspektasi beliau berubah menjadi sebuah prestasi. Saat Pak Joko mengumumkan bahwa tulisannya lolos tanpa revisi, seolah Bu Mila tak percaya. Tidak pernah menyangka bahwa tulisan yang menurut penilaian pribadinya hanyalah tulisan biasa saja ternyata memiliki takdir luar biasa.

Dari pengalaman ini Bu Mila ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis, antara lain:

·         Tulislah apa yang ingin kita tulis

·         Menulislah apa adanya, tanpa beban, dan tekanan

·         Jadikan menulis sebagai suatu kebutuhan

·         Menulislah hingga tuntas, jangan memikirkan editing

·         Menulis jangan terlalu lama

·       Jangan memikirkan baik buruknya tulisan kita, karna yang akan menilai adalah pembaca

Biasanya, kendala di awal kita menulis adalah bingung mencari ide. Tidak tahu apa yang akan kita tulis. Untuk mengatasinya, marilah kita mulai menuliskan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Misal: tentang hobi memasak, kegiatan sehari-hari, atau tingkah lucu anak-anak kita.

Tuliskan apa saja yang terlintas dalam pikiran. tidak perlu kita memikirkan tata bahasa, ejaan. Setiap kalimat yang terlintas segera ditulis. Beliau biasanya menulis di HP. kadang saat tidak pegang HP, akan menuliskan di benda apa saja yang beliau temui. Pernah Bu Mila menulis di telapak tangan, pernah juga di paha.

Hal yang paling sulit untuk memenuhi ekspektasi menulis adalah ketika kita tidak punya hobi menulis. Kata orang hanya "iseng-iseng" atau ikut-ikutan. Tidak masalah, jika kita tidak memiliki hobi, bukankah rasa iseng jika terus dilatih bisa menjadi suatu keterampilan?

Bu Mila termasuk orang yang menulis tergantung mood. Ini sangat berat  dirasakan ketika menerima tantangan Prof. Eko.  Rasanya bulan dan matahari berpindah tempat. Disaat seperti inilah beliau menguatkan tekad dan niat untuk mencapai realitas. Jadi, menulis itu adalah sebuah perjuangan untuk melawan semua tantangan yang menggoyahkan niat.

Hal yang menjadi fokus beliau dalam menulis adalah kata TUNTAS. Jadi, menulislah hingga tuntas. Jangan sering menengok halaman yang sudah kita tulis, karena itu merupakan salah satu godaan yang membuat kita berpikir 1.000 kali tentang apa yang sudah kita tulis. kita akan berpikir untuk edit dan edit lagi. akhirnya tulisan kita tidak tuntas.

Di akhir penyampaian materi, Bu Mila menyampaikan closing statement sebagai berikut:

“Menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita”

Kesimpulan yang dapat saya utarakan dalam tulisan ini berdasar pengalaman Bu Mila adalah cobalah tulis apa saja yang terlintas dalam benak pikiran kita. Jangan sampai angan-angan yang terlintas lenyap begitu saja tak berbekas sedikit pun. Tidak usah berpikir tulisan kita bagus atau tidak. Biarlah waktu yang akan menjawabnya jika kita rutin untuk menulis.

Hilangkan keraguan yang sering menghinggapi kita saat akan menulis. Menulislah penuh dengan keyakinan seraya berdoa kepada Allah agar tulisan kita bisa bermanfaat, baik untuk pribadi atau orang-orang yang membaca tulisan kita.

Melirik judul tulisan ini, saya teringat kisah penulis kitab Matan Al Jurumiyah, kitab kecil klasik yang membahas ilmu gramatikal Arab, yaitu Syekh Ahmad Shonhaji. Awalnya Syekh ragu akan kemanfaatan kitab yang dikarangnya. Untuk membuktikan hal tersebut, beliau membuang kitab Jurumiyah karangannya ke laut. Beliau berkata: “Jika memang kitab ini bermanfaat, meskipun aku buang ke laut, pasti akan kembali”. Dilemparkannya kitab itu ke laut dan ketika pulang ke rumah, kitab tadi yang dibuang sudah ada di meja kamarnya.

Sampai sekarang pun hampir semua pesantren dan madrasah diniyah di Indonesia menggunakan kitab Matan Al Jurumiyah dalam kurikulum yang dipergunakan. Ini bukti bahwa ekspektasi dari Imam Ahmad Shonhaji tentang kemanfaatan kitab karangannya berbuah prestasi yang manis. Meskipun sudah lebih dari 7 abad beliau meninggalkan dunia ini, tetapi karyanya tetap abadi.

Semoga ekspektasi kita untuk membuat buku bisa berbuah prestasi. Setidaknya karya kita bisa mendapatkan kredit poin sebagai bentuk penghargaan publikasi ilmiah yang telah kita lakukan. Amin.

Komentar

  1. Komentator pertama.

    Pertama membaca, saya suka dengan font tulisannya. Sangat enak dibaca. Asyik sekali.

    Nah, untuk penulisan di blog, rata kiri saja, tidak perlu menjorok ke depan, seperti menulis di word.

    Begitu, tetap semangat menulis!

    BalasHapus
  2. Oh gitu y pa,okey nanti sy tindaklanjuti... Siap

    BalasHapus
  3. Syekh Ahmad shonhaji, inspirasi agar kita terus membangun ekspektasi. Menulis dan teruslah menulis, hingga tulisan itu menemukan takdirnya

    BalasHapus
  4. Iya terima kasih bunda atas kunjungan ke gubug saya... Akan saya coba untuk menulis dan menulis. Beliau Syaikh Shonhaji salah satu inspirasi saya untuk menulis. Meskipun kitab karya beliau sederhana, namun manfaat dpt dirasakan sampai sekarang

    BalasHapus
  5. Kayaknya pengalaman jenengan dan perjalanan sejak belajar di pesantren juga bisa menginspirasi syekh. Ayo dituliskan 👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koordinasi persiapan Resuffle Pengurus KKG PAI SD Kota Tegal

Menumbuhkan Budaya Literasi di Bulan Ramadan melalui Akram

Sepak Terjang sang Wartawan Bangkotan