Berkah Doa, Raih Impian jadi Abdi Negara
Sebuah refleksi tentang pengalamanku berjuang untuk menjadi ASN
Menjadi
Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan impian
semua orang. Mengapa demikian? Karena selain penghasilan yang diperoleh cukup
menjanjikan dan jaminan hari tua yang banyak diharapkan setiap orang, menjadi
Abdi Negara merupakan ladang untuk beribadah kepada Allah. Salah satu tugas
pokok seorang abdi negara adalah melayani masyarakat. Ketika seseorang dapat
melayani masyarakat dengan tulus dan ikhlas dan masyarakat puas tentunya ini
merupakan pahala yang Insya Allah terus mengalir, karena masyarakat akan
mendoakan kita. Khusus di bidang pendidikan, menjadi guru yang berstatus abdi
negara yang baik harus dapat melayani peserta didik di sekolah dengan pelayanan
yang prima.
Dahulu,
profesi guru masih dipandang sebelah mata karena gaji yang sedikit dan
tunjangan yang masih jauh dari kata layak. Seringkali seorang guru yang
terpaksa harus berutang di warung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan
ketika awal bulan, gaji yang seharusnya untuk belanja, harus digunakan untuk
menutup utang. Terkadang keluarga guru juga harus makan dengan lauk seadanya,
semisal makan dengan hanya lauk sayur garam. Pengalaman seperti inilah yang
pernah penulis alami. Sebagai putra dari seorang guru, saya sudah mengalami
pengalaman “pahit” tersebut. Meskipun demikian, ibuku tetap sabar, tabah, dan
tetap menikmati profesinya sebagai seorang guru Pendidikan Agama Islam di
sebuah Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Tegal. Walaupun dengan gaji yang tidak
terlalu banyak, ibu tetap dihormati dan ditempatkan di kasta tertinggi oleh
masyarakat. Yang lebih menarik adalah beliau selalu tersenyum kepada siapapun.
Kepada tetangga, saudara, teman sejawat, dan khususnya kepada peserta didik
yang sudah dianggap seperti anak sendiri. Beliau selalu bahagia walaupun kadang
ada perasaan sedih atau mempunyai masalah dengan keluarganya. Ibuku tidak
pernah menampakkan perasaan hatinya kepada orang lain, termasuk kepada ayahku
dan putra-putranya. Mungkin dengan menjadi guru, terbentuklah mental pejuang di
dalam diri ibuku.
Akhirnya apa
yang diimpikan oleh setiap guru yaitu kesejahteraan yang lebih baik terwujud.
Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid menaikkan gaji guru sebesar 100 %.
Kehidupan keluargaku pun ikut terdampak. Semula awal bulan gaji ibu untuk
menutup utang di warung, sekarang gajinya cukup untuk kebutuhan keluarga. Tentu
naiknya kesejahteraan harus diikuti dengan menaikkan kompetensi. Awal tahun
2007, beliau melanjutkan studinya ke jenjang strata satu yang awalnya hanya
diploma. Sebagai anak, saya merasa bangga bisa membantu ibu melanjutkan studi.
Meskipun sudah tua, tetapi beliau tetap saya motivasi agar bisa menuntaskan
Pendidikan sarjananya. Alhamdulillah medio tahun 2009, ibu dapat menyelesaikan
program sarjananya.
Bagaimana
dengan saya? Saya memang sejak kecil mengidolakan ibu sebagai seorang guru.
Bahkan di setiap pengisian biodata pun saya mengisi kolom cita-cita menjadi
guru. Setelah menyelesaikan Pendidikan SMA, saya melanjutkan Pendidikan ke
Sekolah Tinggi Agama Islam “Bakti Negara” Slawi mengambil program Diploma 2
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Selama 2 tahun saya tempuh Pendidikan tersebut.
Lulus dari STAIBN, sebutan populernya, saya belajar mengaplikasikan ilmu yang
telah kudapat dari bangku kuliah dengan mengabdi di Yayasan Al Falah Desa
Sutapranan, tepatnya di Madrasah Ibtidaiyah Nahdatul ‘Ulama Sutapranan atau
lebih populer disebut MI NU 01 Sutapranan. Saya tidak memikirkan berapa rupiah
yang akan didapat dari mengabdi di Lembaga tersebut. Pikirku yang terpenting
saya dapat berbagai ilmu dengan peserta didik dan bisa mengarahkan mereka agar
sesuai dengan kurikulum yang diharapkan.
Sebelum
diterima di MI NU 01 Sutapranan, terlebih dahulu saya dites oleh tim seleksi
penerimaan guru. Kebetulan saat itu, madrasah membutuhkan 2 orang guru. Masih
teringat kala itu ada banyak calon guru yang mengikuti seleksi. Saya pesimis
dapat diterima, karena saat itu saya masih sangat muda kurang lebih 20 tahun
usiaku, sementara peserta lain sudah senior. Beberapa orang memberikan beberapa
pertanyaan kepadaku dan saya pun disuruh untuk praktik mengajar di depan kelas.
Semua seleksi saya ikuti dengan serius. Hasilnya saya serahkan kepada Allah
nanti akan menentukan siapa yang berhak menjadi guru di tempat itu. Selang satu
bulan setelah tes, saya mendapat surat jawaban dari yayasan tersebut, yang
berisi saya diterima untuk mengajar di MI NU 01 Sutapranan. Betapa senang dan
Bahagia hatiku saat itu.
Pengalaman
pertama mengajarku di MI saya diberi kepercayaan untuk mengajar kelas III
(tiga). Beribu perasaan bercampur di dadaku ketika pertama kalinya berdiri di
hadapan anak-anak yang lucu dan menggemaskan. Saya memperkenalkan diri dan
selanjutnya bergantian mereka pun memperkenalkan diri mereka kepadaku. Perlahan
tapi pasti, saya mulai bisa beradaptasi dengan mereka. Saya anggap mereka
adalah adik-adikku sendiri sehingga layaknya seorang kakak yang menyayangi
adiknya. Saya sangat menikmati kebersamaan dengan mereka.
Tak terasa
sudah sebulan berlalu saya mengabdi di MI NU 01 Sutapranan. Tiba saat saya
menerima honor pertamaku sebagai guru. Awal bulan saya dipanggil oleh bendahara
untuk menerima hak sebagai guru. Masih teringat honor pertamaku saat itu adalah
Rp 108.000,00. Sejumlah angka yang cukup besar untukku saat itu. Saya syukuri
menerima honor sebanyak itu, walaupun sebenernya masih belum layak untuk
mencukupi kebutuhan hidup sebulan. Namun karena saat itu saya masih sendiri dan
masih dibantu ibu, jadi uang itu sangat cukup untuk jajan dan bensin motorku.
Tahun
berganti tahun, ternyata ijazah diploma yang saya punya belum cukup syarat
untuk menjadi guru. Untuk menjadi guru, seseorang harus berijazah sarjana.
Akhirnya saya putuskan untuk mengambil program transfer S1 di Lembaga yang
sama, yaitu STAIBN. Perkuliahan dilaksanakan sore hari. Jadi pagi saya tetap
bisa mengajar di MI. Alhamdulillah selama dua tahun dapat saya selesaikan
pendidikan sarjanaku. Tepatnya pada tahun 2008 saya menerima ijazah sarjana.
Pertengahan
tahun 2009, Pemerintah Kota Tegal membuka lowongan penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS). Saat itu Kota Tegal membuka lowongan 21 orang untuk
formasi guru Pendidikan Agama Islam. Jumlah yang cukup banyak untuk formasi
guru PAI. Sementara kota dan kabupaten lain hanya 1 s.d. 5. Melihat lowongan
CPNS yang begitu banyak, saya tertarik mengikutinya. Dan kebetulan sudah
memiliki persyaratan untuk mengikuti tes CPNS. Segera saya siapkan
berkas-berkas untuk mengikuti tes. Akhirnya saya berhak untuk mengikuti tes
CPNS yang saat itu bertempat di GOR Wisanggeni Kota Tegal. Ada banyak peserta
mengikutinya sekira 2500-an orang.
Mungkin
Allah belum memberiku rezeki menjadi CPNS. Kesempatan pertama saya gagal lolos.
Saya tetap optimis tahun depan bisa mengikutinya lagi. Tahun berikutnya
kebetulan saya mengampu kelas lima di MI NU 01 Sutapranan. Peserta didik kelas
V saat itu sangat menyenangkan. Saya sangat menikmati kebersamaan dengan
mereka. Setiap hari saya mengajar mereka dengan penuh keikhlasan dan tetap
berharap pahala dari Allah atas ilmu yang telah kusampaikan kepada mereka.
Sebaliknya, peserta didik begitu respek kepada saya selaku gurunya. Anak-anak
bisa mengikut pembelajaran dengan baik. Tak jarang mereka menyampaikan
pertanyaan terkait pelajaran yang belum mereka kuasai. Dan saya pun kerap kali
mengadakan diskusi pelajaran dengan anak-anak. Mereka saya latih untuk bisa
berbicara di depan umum. Meskipun kadang mereka hanya terdiam, tetapi semangat
yang pantang menyerah dari mereka yang saya ajungi jempol.
Kembali ke
ibuku. Saat itu ibu berharap bisa berangkat ke tanah suci untuk menunaikan
ibadah haji. Namun sayang dana yang dimilikinya belum cukup untuk mendaftar.
Karena saat itu untuk mendapatkan kuota porsi haji harus memiliki uang sebesar
Rp 25.000.000,-. Sementara tabungan ibu masih Rp 250.000,-. Itu pun diberi oleh
kepada sekolahnya yang memberi modal tabungan. Kebetulan saat itu saya memiliki
banyak uang hasil karyaku membantu teman-teman membuatkan tugas akhir
perkuliahan mereka. Dengan niat membahagiakan hati ibu, aku ikhlas membantu
menabung haji untuk ibu. Aku berikan uang Rp 10.000.000,- kepadanya. Dan tidak
lama kemudian ada teman sejawatnya di sekolah yang juga membantu meminjami uang
sebesar Rp 15.000.000,-. Betapa Bahagia hati ibu, karena dalam waktu singkat
tabungannya sudah cukup untuk mendapatkan kuota porsi haji. Ibu mendaftar pada
bulan September 2010 dan mendapatkan jatah keberangkatan tahun 2019. Meskipun
uangku tinggal sedikit, tetapi bisa membahagiakan hati orang tua tercinta,
tidak dapat tergantikan oleh apapun.
Tak lama
setelah ibu berhasil mendapatkan kuota haji, tepatnya bulan Oktober 2010,
Pemerintah Kota Tegal Kembali membuka pendaftaran CPNS dan saat itu ada 8
formasi guru Pendidikan Agama Islam. Tanpa berpikir panjang, saya segera
berbenah menyiapkan semua keperluan administrasi untuk mendaftar. Setelah semua
terpenuhi dan saya resmi terdaftar sebagai peserta tes seleksi CPNS tahun 2010.
Tidak seperti tahun kemarin yang saya benar-benar optimis. Tahun ini saya hanya
iseng mengikutinya. Pikirku tahun kemarin yang formasinya sampai 21 saja
saya gagal, apalagi ini hanya 8 formasi. Tetapi masih ada secercah harapan saya
bisa berhasil lolos menjadi CPNS. Selain belajar melalui buku-buku yang saya
punya, tak lupa saya berdoa setiap selesai salat. Dan mungkin ibuku juga
mendoakan anaknya yang akan berjuang untuk memperjuangkan nasibnya. Saya juga
setiap mengajar di depan anak-anak memintakan doa restu kepada mereka. Karena
saya yakin doa anak kecil yang belum berdoa, akan mudah dikabulkan Allah SWT.
Bahkan suatu
ketika saya sempat sesumbar dan berjanji kepada mereka jika saya lolos dan
diterima menjadi CPNS, maka akan saya ajak mereka semua berekreasi ke tempat
wisata. Betapa senang mereka dan beberapa bertanya tentang keseriusan janjiku
kepadanya. Saya jawab kepada mereka: “ Pak guru janji dan serius jika lolos
menjadi CPNS dan menerima SK pengangkatan, maka kalian akan saya ajak pergi
jalan-jalan. Tapi syaratnya tolong doakan pak guru supaya bisa mengerjkan soal
dengan baik”. Mereka serempak menjawab: “ Iya Pak guru, saya doakan Pak Guru
berhasil”.
Tahun ini
benar-benar tahun keberuntunganku. Tanpa disangka dan tanpa diduga saya
berhasil lolos dan diterima menjadi CPNS Kota Tegal tahun 2010. Bahkan saya
menduduki peringkat pertama dari 2064 peserta tes. Betapa Bahagia dan riang
hatiku. Langsung saya ambil wudu dan bersujud syukur kepada Allah atas anugerah
yang luar biasa ini. Ibu pun baru bercerita bahwa pada saat saya tes beliau
berpuasa dan berdoa untuk kelancaran hajat saya. Dan saya pun menduga
murid-muridku juga mendoakan saya. Saya benar-benar yakin akan kekuatan doa
yang tulus dari orang tua dan murid-murid kita akan cepat menembus langit dan
cepat terkabul. Tak lama setelah pengumuman itu, saya menunaikan janji kepada
anak-anak mengajak mereka semua ke tempat wisata. Ternyata keberkahan doa dari
orang tua dan murid-muridku tercinta mampu mengantarkan impianku menjadi Abdi
Negara.
Akhirnya
terhitung mulai tanggal 1 Januari 2011 saya resmi menjadi abdi negara untuk
Pemerintah Kota Tegal. Saya mendapat tugas di SD Negeri Tegalsari 8 dan ibuku
pun akhirnya berhasil menjalankan ibadah haji pada bulan Agustus 2019.
Semoga berkah dan amanah
BalasHapusAmin ya robbal alamin
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus👍👍semangat terus pa ubaid
BalasHapusSmoga menjadi inspirator kaum muda
Terima kasih p ubed, nama kita sama y heee
BalasHapus