MENULIS ITU MUDAH SEMUDAH UPDATE STATUS


Narasumber: Ya' Dedi Suhendi, S.Pd.M.Pd. (Pontianak)

Pelatihan menulis hari ketiga dilaksanakan pada hari Jumat, 9 Oktober 2020 mulai pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB. Kali ini narasumber yang mengisi acara adalah Bapak Ya’ Dedi Suhendi dari Pontianak Kalimantan Barat. Pak Ya’Dedi, panggilan beliau, adalah seorang guru SD di salah satu sekolah negeri di Pontianak. Spesialisasi beliau adalah Bahasa Indonesia. Mengawali kegiatan, beliau menuliskan motto yang sangat menginspirasi kita. Motto yang beliau sampaikan adalah “carilah ilmu sebanyak-banyaknya, semakin banyak ilmu, kita tak akan menyalahkan orang lain”. Motto yang sederhana namun sangat dalam maknanya bagi kita sebagai insan pendidik. Melalui motto tersebut, beliau seakan-akan mengajak kita untuk selalu menuntut ilmu kapanpun, di mana pun, dan sampai kapanpun. Guru yang memiliki berbagai kompetensi yang dimilikinya tetap dituntut untuk menambah pundi-pundi pengetahuan dan kompetensi untuk mendidik peserta didiknya agar mempunyai karakter yang diharapkan.

Dalam motto tersebut juga tersirat pesan betapa penting ilmu pengetahuan bagi manusia. Penulis teringat sebuah kisah yang dialami oleh sahabat Ali bin Abi Thalib Karromahullahu Wajhah. Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “ Saya (Nabi Muhammad) adalah sumber ilmu pengetahuan, sedangkan Ali merupakan pintu gerbangnya”. Beberapa sahabat yang mendengar sabda Rasul merasa penasaran. Mereka ingin membuktikan sendiri kebenaran sabda beliau. Mereka bersepakat membuat perjanjian untuk datang ke sahabat Ali secara bergantian. Masing-masing akan mengajukan pertanyaan. Namun pertanyaan yang mereka ajukan sama. Mereka membawa satu buah pertanyaan, yaitu Di antara ilmu dan harta, manakah yang kamu pilih wahai Ali?

Penanya pertama datang mengajukan pertanyaan tersebut dan dijawab oleh sahabat Ali, “Saya memilih Ilmu”. “Apa alasaanmu memilih ilmu wahai Ali?” Tanya orang pertama. Ali menjawab: “Ilmu adalah warisan para Nabi, harta warisan Namrudz, Fir’aun, dan Qarun”. Setelah puas, lantas dia pergi meninggalkan rumah Ali. Selang beberapa saat kemudian datanglah orang kedua dengan membawa pertanyaan yang sama. Seperti jawaban pertama, Ali lebih memilih ilmu daripada harta. Namun alasan yang diungkapkan berbeda dari jawaban pertama. Kepada orang kedua, Ali menyampaikan hujjah atau alasan memilih ilmu. “Ilmu itu akan menjaga kita, sementara harta kita harus menjaganya” jawab Ali. Orang kedua pun puas dengan paparan Ali dan segera berlalu dari rumahnya. Selanjutnya datang orang ketiga sampai orang kesepuluh mengajukan pertanyaan yang sama. Namun sama halnya dengan orang pertama dan kedua, sahabat Ali kembali memilih ilmu dan memberikan alasan yang berbeda-beda kepada setiap penanya. Setelah mendapat jawaban yang berbeda, kesepuluh orang sahabat yang ingin membuktikan kebenaran sabda Nabi Muhammad merasa sangat puas dan menaruh rasa hormat atas kecerdasan dan keluasan pengetahuan dan dimiliki sahabat Ali.

Berdasar ilustrasi cerita di atas dan motto yang disampaikan narasumber, cukuplah bagi saya sebagai pendidik untuk selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan kompetensi professional. Terkhusus kompetensi menulis sebuah publikasi ilmiah. Pada awal penyampaian materinya, narasumber memberikan beberapa pesan kepada peserta pelatihan untuk selalu semangat, mempunyai motivasi menulis yang tinggi, kemauan dan usaha yang keras, mempunyai konsistensi dalam menulis, dan jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah memohon kemudahan, bimbingan, kesehatan, kecerdasan, serta yang tidak boleh terlewatkan yaitu mencari partnership atau teman pendamping yang menginspirasi, mendorong, dan memberi semangat.

Latihan menulis buku dapat diawali dengan cara menuliskan tulisan pendek, kegelisahan, sesuatu yang disukai/hobi/minat, pengalaman, keahlian, impian, kebutuhan orang lain. Bisa berupa opini satu paragraf, dua paragraf atau tiga paragraf. Hari berikutnya, bisa ditambah satu paragraf lagi. Hingga menemukan identitas menulis dan menemukan apa yang ingin disampaikan ke dalam lembaran-lembaran.

Jika latihan menulis secara kursus tidak nyaman, bisa dilakukan sendiri. Keuntungan menulis secara pribadi memberikan rasa kepuasan diri. Jiwa di dalam diri lebih bebas, terhindar dari rasa takut. Baik itu takut terhadap persaingan, ataupun rasa takut karena aturan baku dan ketat. Karena salah satu kunci sukses menulis buku adalah mengabaikan segala aturan yang mengikat yang justru melemahkan semangat.

Berbeda jika dari awal tidak terbangun semangat dan terbelengu dengan aturan. Sudah dapat dipastikan, sebelum menuliskan lembar kedua, sudah berhenti di tengah jalan. Sebagai contoh, hampir sebagian besar guru di Kota Tegal yang berada pada golongan III b sangat kesulitan untuk naik ke golongan III c. Hal ini disebabkan mereka terganjal pada publikasi ilmiah. Teman-teman guru enggan untuk menulis apa yang telah mereka kerjakan, seperti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Mereka beranggapan untuk naik ke III c hanya membuat PTK yang notabene terikan dengan aturan-aturan penulisan yang baku. Padahal ada banyak ragam publikasi ilmiah yang dapat dipilih sesuai dengan kemampuan guru. Lantas bagaimana cara agar guru dapat membuat publikasi ilmiah atau karya tulis ilmiah dengan mudah?

Narasumber memberikan trik yang cukup mudah untuk diaplikasikan oleh setiap orang. Trik-trik tersebut antara lain: (1) Menulis itu mudah, semudah update status. Beliau menyampaikan bahwa kita harus tanamkan dalam diri ini bahwa menulis itu mudah, semudah update status. Misalnya, dari sebuah pengalaman. Apa pun pengalaman Bapak/Ibu pada hari ini silakan tulis saja. Gunakan teknologi untuk menyimpannya. Bisa di laptop, HP, blog, facebook, dan sebagainya.

Menulis itu semudah kita mendeskripsikan apa yang kita lihat, apa yang dirasakan. Menulis itu tidak selalu muluk-muluk dan tidak selalu rumit. Menulis itu, sesederhana yang kita lihat. Menariknya, objek yang diperlihatkan hanya satu, namun sudut pandang penulisannya bisa berbeda dari penulis satu dengan penulis lain.

Masih menganggap menulis buku itu sulit? Barangkali kita gemar update status di media sosial. Saat kita menulis status, apa yang kita tuliskan berdasarkan apa yang kita rasakan. Entah itu perasaan tentang diri kita sendiri, tentang penilaian terhadap orang lain atau karena bacaan/tontonan yang baru saja dilihat.

Trik kedua (2) Tentukan topik tulisan. Seperti yang dibahas di atas. Saat memulai menulis, hal umum yang dirasa sulit adalah menentukan topik tulisan. Pemilihan topik bisa kita pilih berdasarkan “minat”. Anggap saja, penentuan topik kita ambil sesuai dengan minat kita. Bahkan, ketika kita membaca surat kabar, ada satu paragraf yang menarik hati. Hal yang menarik tersebut bisa dicatat, kemudian tambahi gagasan, ide, sanggahan, menambahi data lain yang diperoleh.

Dari data-data tersebut, cukup tuliskan per kalimat di bawahnya. Setelah semua gagasan, ide, dan yang ingin disampaikan sudah berbaris-baris, tidak ada salahnya untuk keluar sejenak. Minum kopi atau minum teh. Setelah merasa lebih rileks, bisa melanjutkan dengan menambahkan kalimat penjelas di belakang poin-poin yang tadi tertulis. Jika cara itu sulit, menentukan topik bisa dimulai dari menulis kehidupan diri kita sendiri. Barangkali, justru lebih menjiwai. Siapa tahu, hasil dari corat-coret curhat, bisa menjadi novel. Bukankah di dunia ini banyak ketidakpastian?

Termasuk ketidakpastian nasib hasil tulisan kita. Karena banyak buku best seller meledak dari karya iseng-iseng ingin menuangkan perasaan dan kegelisahannya. Sebenarnya kita sering melihat, mengamati, atau mungkin hanya terlintas di benak kita suatu peristiwa yang menarik, menggelikan, menyayat hati, atau peristiwa yang menggemaskan. Namun karena kita tidak merekam dengan menuliskan peristiwa atau ide-ide tersebut, yang sebenarnya kalau kita dapat mengabadikannya dapat menjadi sebuah karya, peristiwa atau ide-ide itu berlalu dari pikiran kita tanpa bekas yang berarti.

Jika cara tersebut terasa memalukan dan ingin menulis buku yang lebih serius. Maka, bisa dikemas agar tidak terlihat drama. Kunci dari semua itu, tergantung kreativitas kita mengarahkan tema dan topik bahasan. Misalnya, mencari paragraf yang menarik dari buku yang kita sukai. Kemudian tulis satu paragraf saja, kemudian lakukan pengembangan. Jika trik-trik di atas sudah dilalui, biasanya akan lahir dengan sendiri ulasan yang ingin kita sampaikan.

Narasumber juga memberikan catatan yang menarik yaitu jika ingin tulisan kita  ada roh, maka perlu penghayatan. Ide yang biasa-biasa saja jika dikemas dengan penghayatan dan penjiwaan pembaca akan muncul emosinya. Emosi, dalam menulis buku menjadi penarik rasa ketertarikan. Tulisan yang ditulis dengan pengahayatan, mampu menghidupkan sebuah tulisan.

Contoh tulisan yang menghayati:

Gadis berambut panjang yang selalu mengintai dalam keraguan. Ia ingin selalu memergoki setiap derap langkah pejalan kaki di hadapannya. Keinginannya itu seakan terpancar di raut wajah yang kusam dan lugu. Ia hanya akan mengharap belas kasihan dari sang dermawan.

Contoh tulisan yang Tidak menghayati

Gadis itu mengharap belas kasihan orang-orang yang berjalan kaki di dekatnya.

Dari contoh tersebut, terlihat perbedaannya. Aturan penghayatan penting sekali selama pengarapan sebuah buku. Baik itu buku ajar, buku fiksi, buku motivasi, dan sebagainya. Butuh yang namanya impresi dan seni. Cara tersebut dapat diperoleh dengan banyak cara kreatif. Cara kreatif ada banyak, tidak terbatas. Di mana, setiap orang memiliki kreatif sendiri.

Demikian paparan yang disampaikan Pak Ya’Dedi yang telah menyampaikan panjang lebar tentang trik menulis. Di akhir paparannya, beliau memberikan contoh tulisan yang beliau unggah di blog pribadinya. Sesi terakhir yaitu tanya jawab. Banyak peserta yang menanyakan perihal materi yang telah disampaikan dan semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik oleh beliau. Pak Ya’Dedi narasumber yang luar biasa. Salam seni dalam literasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menumbuhkan Budaya Literasi di Bulan Ramadan melalui Akram

Koordinasi persiapan Resuffle Pengurus KKG PAI SD Kota Tegal

Sepak Terjang sang Wartawan Bangkotan